Jumat, 08 Mei 2015

OTONOMI DAERAH

Kelompok 6 – Perekonomian Indonesia (Softskill)
Nama :
1.      Afriyanti.
2.      Dewita Sari Agustina.
3.      Rendy Swastanto.
4.      Siti Anisah.
Kelas : 1EB06.
S1-Akuntansi,Depok.


A.      Faktor Penyebab Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Daerah
1.      Konsentrasi Kegiatan Ekonomi 
v  Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan faktor menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah.
v  Ada 2 masalah utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertama adalah semua kegiatan ekonomi hanya terpusat di satu titik daerah. Kedua adalah sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau proses lambat.
v  Faktor penyebab, seperti besarnya sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari daerah tersebut.

2.        Alokasi Investasi
v  Indikator yang menunjukkan pola adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) atau dalam negeri (PMDN).
v  Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi “Harrod-Domar”, bahwa kurangnya (I) di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak ada kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri manufaktur.

3.        Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
v  Kehadiran buruh migran kelas bawah pertanda semakin majun suatu negara. Berlaku baik migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi.
v  Fenomena “move up the ladder” dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian, lapisan ini tidak bisa dihilangkan. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” yang berada di atasnya.
v  Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang mobilitas tersebut.

4.        Perbedaan SDA Antar Provinsi
v  Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
v  Namun, belum tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T). Penguasaan T dan peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih penting daripada SDA. SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi akan percuma jika memiliki SDA tapi minim dengan T dan SDM.
5.        Perbedaan Kondisi Demografis Antar Provinsi
v  Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda.
v  Sektor pendidikan merupakan salah satu prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota seperti Tegal, sebagai salah satu upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM.
v  Kebijakan strategis yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota seperti Tegal secara bertahap sejak tahun 2000 sampai dengan saat ini untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan formal antara lain yaitu pembangunan sarana dan prasarana fisik.

6.        Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
v  Kurang lancarnya perdagangan antar daerah menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.
v  Ketidaklancaran perdagangan mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand) dan sisi penawaran (Supply).


B.       Percepatan Pembangunan Daerah
1.        Pembangunan Daerah
v  Adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
v  Teori Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena :
a.              Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah modal.
b.             Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
c.              Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan.

2.        Pengertian Percepatan Pembangunan Daerah
v  Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) adalah sebuah program uji coba inovatif yang dirintis oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Agustus 2005 dan dirancang untuk mengatasi permasalahan pemerintahan dan kebijakan di 51 kabupaten termiskin di seluruh Indonesia.

3.        Tindakan Afirmatif terhadap Ketertinggalan
Tujuan percepatan pembangunan daerah tertinggal adalah:
v  Memberikan dan menjamin pemenuhan hak dan kesempatan kepada setiap warga negara daerah untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan agar setara dengan daerah lainnya dalam wilayah NKRI
v  Memberdayakan masyarakat daerah tertinggal melalui pembukaan atau peningkatan akses dalam berbagai bidang sehingga mereka mampu menjaga harkat dan martabat sebagaimana warga negara Indonesia lainnya
v  Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, namun tidak terbatas pada kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan
v  Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana di dalam daerah tertinggal, antara lain energi (listrik), transportasi, telekomunikasi, dan sarana perdagangan
v  Mempercepat terciptanya keseimbangan pembangunan daerah tertinggal dengan daerah lainnya, sehingga terjadi harmonisasi kehidupan antarmasyarakat.

4.        UU Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
v  Usaha percepatan pembangunan daerah tertinggal tunduk pada Pasal 18B ayat 2 UUD 1945, yakni “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
v  Percepatan pembangunan daerah tertinggal dimulai dengan pengidentifikasian daerah tertinggal dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
a.              Secara perekonomian suatu daerah memiliki PDB dan pendapatan per kapita yang rendah, dan tingkat kemiskinan yang tinggi; 
b.             Secara sumber daya manusia daerah memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang rendah
c.              Secara sarana dan prasarana yang minim di bidang transportasi, energi, kesehatan, pendidikan, telekomunikasi dan perekonomian
d.             Secara kemampuan keuangan daerah mempunyai Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan dari Pemerintah rendah.

5.        Ancaman Bermula dari Kesenjangan Antar daerah
v  Salah satu tantangan pembangunan yang harus diwaspadai adalah persoalan kesejangan ini. Khususnya kesenjangan antar daerah yang mau tidak mau berkaitan dengan 2 jenis ketimpangan lainnya.

6.        Trend Desentralisasi
v  Salah satu pilar yang harus ditegakkan dalam mengembangkan otonomi daerah yang lebih nyata adalah aspek pembiayaan. Tanpa keseimbangan pemberian otonomi antara tugas dan tanggung jawab dengan aspek pendanaanya, maka esensi otonomi menjadi kabur.

7.        Otonomi Daerah
v  Otonomi daerah adalah suatu keadaan yang memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal.

8.        Daya Tarik Otonomi Daerah
v  Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di kancah pasar global:
a.              Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi, barang dan jasa di wilayah Indonesia, kecuali untuk kasus-kasus yang dilandasi oleh argumen non-ekonomi.
b.             Fleksibilitas sistem insentif.
c.              Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar.

9.        Standardisasi Menuju Pemberdayaan Daerah
v  Standardisasi kegatan-kegiatan di daerah pada dasarnya tidak boleh menjadi pengekang baru dalam pelaksanaan otonomi daerah, melainkan justru sebagai penguat bagi perwujudan aktualisasi segala potensi daerah secara optimal.

10.    Dampak Positif  dan Negatif  Otonomi Daerah
a.         Dampak Positif : bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
b.        Dampak Negatif : adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti KKN.